![]() |
Arnold C. Ap dan teman-temannya di grup Mambesak |
Oleh:Yubal Nawipa
Sa mau sapa dolo:
Amolongo, Nimo, Koyao,
Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabea Mufa, Walak, Foi Moi, Wainambe, Nayaklak,
waa, waa, waa, waa, waa, waa,!
Tulisan singkat ini merupakan salah satu usaha MELAWAN LUPA. Pas tengah malam
minggu tanggal 26 April 2020 sa lagi
mempersiapkan diri untuk memulai tulisan ini dan sudah berkomitmen agar sepenggal tulisan ini dilayangkan sebelum malam larut menemui pagi
tetapi justru meleset karena
keterbatasan satu dan lain hal sehingga tidak sesuai rencana.
Momen yang bertepatan dengan hari kematian bapak kita Arnold C. Ap saya
mencoba merangkai pandangan menurut saya
mengenai kebangsaan dan nasionalisme. Arnold C. Ap kerapkali banyak orang menjuluki dengan sang pemersatu
bangsa ada juga yang menyebutnya bapak budayawan
bagi bangsa Papua. Keduanya benar adanya. Tergantung siapa mau menyebut apa. Sebab melalui grup yang dicetuskan yakni
MAMBESAK mampu memperkokohkan ketika bangsa Papua mengalami ancaman/represif secara
fisik dan mental dari NKRI sejak 1980an
silam.
Didalam jiwa manusia ada rasa seperti rasa senang, sedih, suka, duka,
sakit, cemburu, hiba, dongkol, gundah, muak, dendam, ragu, benci dan sebagainya. Hanya saja tingkatannya
berbeda-beda pada setiap individu. Ada yang gampang tergiur, terpesona, dan
tergugah tergantung sentimentil. Kalau bunyi ada yang suka musik keras (rock) yang lain suka alunan musik
yang lembut. Untuk warna ada yang lebih
suka natural, asli, ada yang suka dengan
warna yang penuh dengan ekspresi emosional.
Demikian pula dengan rasa kebangsaan. Rasa kebangsaan ialah salah satu
bentuk rasa cinta bahkan pusat dari berbagai kumpulan rasa cinta yang kemudian
melahirkan jiwa kebersamaan dengan identitas tersendiri dari penganutnya. Bangsa
adalah suatu kelompok manusia yang dianggap nasional memiliki identitas bersama.
Maka kemudian mereka menciptakan lagu kebangsaan untuk menghadirkan
berbagai rasa. Kemudian untuk warna bendera dan lambang negara dibentuk dan
dipilih berdasarkan sesuatu yang menjadi kultur dari bangsa tersebut sehingga
menimbulkan pembelaan yang kuat terhadap kebangsaannya. Hal ini terlihat ketika
suatu bangsa-Negara berhasil meraih kemenangan dalam suatu pertandingan maka lambang
dan bendara menjadi simbol yang siap dijaga untuk mengibarkan dari tempat
tinggi dan penganutnya akan berlinang air mata sebagai tanda cinta dan bangga
terhadap bangsanya.
Berbicara soal nasionalisme sudah barang tentu ada kaitannya dengan
kecintaan terhadap wilayahnya atau indentitas bersama. Maka perlu dipahami
bahwa Nasionalisme bukanlah sesuatu yang
bagitu saja jatuh dari langit. Tetapi pasti memiliki sejarah atau histori yang
panjang yang tidak jarang bermula dari kolonial itu sendiri. Nasionalisme adalah
antikolonialisme, fungsinya menjaga mempertahankan
keutuhan wilayahnya dari berbagai macam friksi.
Lahirnya nasionalisme Papua adalah bukti antikolonialisme Indonesia. Salah satu gerakan antikolonialisme adalah muncul semangat nasionalisme melalui Group Musik
Mambesak yang diorbitkan pada tahun 1980an dipelopori oleh dua orang musisi notabene
vokalis Papua yakni Arnold Clement Ap dan Eddy Mofu. Kedua musisi
memprakarsai membentuk group ini untuk
membangkitkan semangat nasionalisme cinta terhadap tanah air bangsa Papua.
Lagu-lagu yang terangkum dalam group Membesak tidak hanya satu bahasa saja namun dari
berbagai bahasa-daerah baik dari pegunungan, lembah, dan pesisir Papua. Sehingga
ketika mendengar lagu-lagu tersebut menyetuhlah hati masyarakat Papua bahkan
sampai air mata berlinang. Upaya membentuk group Mambesak adalah untuk
membendung arus pengaruh Melayusasi terjadi beriringan dengan dominasi,
monopoli, yang dominan di berbagai
sektor diatas tanah Papua.
Alunan musik yang sederhana dengan suara yang cukup merdu dapat menenangkan
jiwa. Berkat adanya mambesak memberi motivasi dan membakar semangat kepada
masyarakat Papua. Semua lagunya, terus masih eksis dan mengalun indah di atas
tanah Papua menghibur ditengah pesatnya perkembangan dunia sembari mengatakan
kepada dunia bahwa kami ada sebagai bangsa Papua ras Melanesia dulu, sekarang
dan selamanya.
Kematiannya selalu dikenang oleh masyarakat Papua setiap tahun tepat 26
April. Kematiannya dipaksakan maut menjemputnya. Akhirnya pencipta lagu “Hidup ini Suatu Misteri” harus mati
dengan cara misterius. Mungkin benar
slogan berikut ini: “Barangsiapa yang
menghendaki kemerdekaan buat umum maka ia harus sedia dan ikhlas untuk
menderita kehilangan kemerdekaan dirinya sendirinya”—TAN MALAKA. Sepertinya
takdir bagi orang-orang hebat adalah cita-cita/dambaan mereka belum tercapai.
Tubuhnya akan selalu ada dalam
pelukan mama tanah Papua dan pohon yang akar-akarnya merambat ke tanah meresap darah
pendahulu memberi mineral menghasilkan semakin banyak benih-benih watak revolusioner. Itulah makanya
dalam liang kubur suara para pejuang pendahulu akan lebih besar. hilang satu
tumbuh seribu.
Penulis adalah Mahasiswa
Papua kuliah di Yogyakarta
Post a Comment